Premier League

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

Popular Posts

Followers

Popular Posts

Featured Posts

RSS

ULANGAN HARIAN 1


Kisah Pedagang Plastik yang Tak Ingin Anaknya Mengemis

               
JAKARTA, KOMPAS.com - "Plastiknya, Om... Biar enggak hilang, Om, sendalnya," kata seorang wanita berkulit gelap di pelataran Masjid Istiqlal.

Berkali-kali ia menawarkan plastik kresek hitamnya ke orang-orang yang hendak menunaikan ibadah shalat Jumat. Namun kebanyakan orang yang lewat tidak menggubrisnya, sebagian hanya memberikan senyum seadanya sambil menolak tawarannya.

Meski begitu, perempuan itu terus melambaikan platiknya, di tangan lainnya ia membawa dua pak plastik lainnya yang belum ia buka. Kadang-kadang, orang yang iba melihatnya akhirnya berhenti untuk sekadar memberinya selembar uang Rp 2.000 atau Rp 5.000 untuk ditukarkan dengan satu atau dua plastik.

Perempuan bertubuh kurus itu bernama Ina (40). Sehari-hari ia berjualan plastik di pelataran Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. "Lumayan buat tambah-tambah makan," ujar dia kepadaKompas.com, Jumat (3/10/2014) lalu.

Sejak suaminya meninggal dua tahun lalu, Ina menghidupi keluarga kecilnya seorang diri. Dari berjualan plastik, Ina mendapatkan Rp 20.000-30.000 sehari, namun setelahnya ia juga harus membeli plastik lagi seharga Rp 4.500 isi 50.

Ia tidak pernah mematok harga plastik yang dijualnya, sehingga penghasilannya pun sangat tidak tetap. "Sukarela saja orang mau kasih berapa," ujar Ina.

Terkadang, Ina juga berjualan kopi dan minuman lainnya saat ada kegiatan misalnya di Monumen Nasional. Namun berjualan kopi membutuhkan modal yang lebih banyak. Sehingga tidak setiap saat ia bisa berjualan kopi.

"Jualan kopi itu modalnya lumayan, bisa Rp 200.000 sekali jualan. Saya mana punya, jadi kalau lagi ada duit saja. Punya duit Rp 20.000, saya beliin plastik saja," kata dia.

Ditertibkan

Saat berjualan kopi, Ina juga punya pengalaman pahit, yaitu ditertibkan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Ketika itu, dagangannya yang masih utuh ludes diangkuti petugas.

"Padahal untuk modalnya saya sudah ngumpulin lama, tahunya malah diangkut. Rugi banget," keluh dia.

Karena itu, Ina seringkali berpikir berulang-ulang kali sebelum berjualan dengan modal yang tinggi. Meskipun keuntungan menjual kopi cukup besar, namun karena ada risiko ditertibkan ia tidak berani bila uang yang dimilikinya pas-pasan sebagai modal jualan.

Anak berprestasi

Saat tengah berbincang dengan Kompas.com, seorang anak berambut keriting berseragam olahraga menghampiri Ina, kemudian mencium tangannya. Dengan senyum merekah, Ina menyambutnya hangat, kemudian menanyakan hari si anak.

Anak itu belakangan diketahui bernama Fenty (12), anak semata wayang Ina yang baru pulang sekolah. Ina bercerita, anaknya termasuk anak yang berprestasi di sekolah. "Rangking terus anak saya," kata dia.

Karenanya, ia bertekad supaya anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar tak harus menanggung beban keluarganya.

"Saya enggak mau anak saya ngemis, kayak anak-anak lain. Bekerja juga enggak boleh, masih kecil. Mending fokus sekolah saja," tegas Ina dengan sorot mata sendu.

Ina berharap, dengan memfokuskan anaknya bersekolah, suatu hari anaknya bisa mengangkat derajat keluarganya menjadi jauh lebih baik.


Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/11/07272321/Kisah.Pedagang.Plastik.yang.Tak.Ingin.Anaknya.Mengemis

OPINI :

       Saya setuju dengan Ibu Ina penjual plastik itu, dia bekerja keras untuk menjual pastik-pastik tersebut karena Ibu Ina  tidak ingin anaknya menjadi pengemis. 
        Ibu Ina ingin anaknya sukses walaupun keluarganya serba kekurangan, tetapi Ibu Ina itu berjuang keras untuk bisa menjadikan anaknya bisa lebih baik dari Ibunya.
       Sungguh kasihan keluarga Ibu Ina, Ayahnya sudah meninggal dan Ibu Ina lah yang bekerja keras untuk mencari uang setiap harinya dan supaya bisa menjadikan anaknya sukses pada masa depan nanti.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
0Comments